Berita Politik - Seekor paus Sperma (Physeter macrocephalus) ditemukan warga terdampar di sekitar Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Seekor Paus sepanjang 9,5 meter dan memiliki lebar 1,85 meter itu ditemukan dalam kondisi sudah jadi bangkai. Saat ditemukan, seekor paus malang itu dikelilingi sampah-sampah plastik dan potongan-potongan kayu. Saat perut paus dibelah, ternyata di dalamnya juga berisi beragam sampah plastik seberat kurang lebih 6 kilogram.
Agen Judi Online - Sampah-sampah dalam perut paus itu terdiri dari plastik kertas 19 buah seberat 140 gram, botol-botol plastik 4 buah 150 gram, dan kantong plastik 25 buah 260 gram. Namun, ada juga sepasang sandal jepit seberat 270 gram hingga tali rafia 3,6 kilogram dan gelas-gelas plastik.
Dalam penemuan tersebut baru terungkap pada hari Senin keesokan harinya, saat itu ada salah satu seorang warga mengunggah fotonya di salah satu akun media sosial miliknya. Namun sejak itu, kabar bangkai seekor paus Sperma yang menelan sampah-sampah plastik menjadi viral dan memunculkan keprihatinan banyak pihak. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Greenpeace Indonesia, contohnya, mengatakan kalau kasus di Wakatobi hanya salah satu contoh kasus dari sejumlah peristiwa pencemaran akibat sampah plastik di lautan.
"Kemungkinan kita masih ingat, di tahun ini terdapat video-video viral seorang wisatawan mancanegara yang memperlihatkan kondisi perairan di Nusa Penida, Bali yang sudah terancam dengan smapah-smapah plastik," kata Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, Selasa 27/11/2018.
Bandar Judi Online Terpercaya - Bahkan, kasus serupa juga terjadi tidak jahu dari Ibu Kota, tepatnya pada Maret 2018 yang lalu. Ketika itu, wilayah konservasi mangrove di Muara Angke sempat tercemar karena kedatangan lebih dari 50 ton sampah yang sebagai besar merupakan sampah plastik dari lautan, jelas Atha Rasyadi.
Ia mengatakan, samapah-sampah plastik yang berakhir di lautan sangat berpotensi mencemari dan memberikan dampak yang serius bagi keseimbangan ekosistem di laut. Namun, ketika semuanya sudah menggunung, dan tidak cukup dengan daur ulang untuk bisa melenyapkannya. Daur ulang bukanlah jawaban utama atas permasalahn yang terjadi pada saat ini. Dalam pengurangan (reduksi) yaitu kuncinya. Namun semua pihak harus berperan aktif dalam mewujudkan hal tersebut, papar Atha Rasyadi.
Hal ini dibenarkan Direktur Pengelolaan Sampah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar. Namun ia mengatakan, sampah plastik yng sudah samapi di laut akan selalu menjadi ancaman. Yang menakutkan dari samapah plastik yang masuk ke laut, dan ia nggak bisa terurai. Jadi, kalau sudah masuk ke perairan butuh waktu ratusan tahun (untuk terurai). ia akan menjadi ancaman kalau nati dimakan sama binatang laut, biota laut, atau oleh mikrorganisme laut, jelas Novriza.
Agen Judi Online Terbaik - Dalam sisi lain, sampah plastik harus dikunjungi agar tidak menumpuk dan mengancam biota laut. Caranya yaitu dengan pembatasan penggunaan plastik atau dengan daur ulang. Dengan daur ulang yaitu bagimana semua sampah plastik itu bisa jadi sumber daya. Jadi harus diusaghakan sampah plastik ini tidsak boleh atau jangan masuk TPA, melainkan didaur ualng, jelas Novrizal.
Ia beralasan, jika samapah plastik akhoirnya bermuara ke tempat pembuangan akhir samaph, dan sampai kapan pun tidak akan bisa terurai. Maknya, bagaimana caranya meningkatkan kesadaran masyarkat. Minimal masyarakat memilih sampah. Bisa dibawa ke bank sampah atau ke tempat industri daur ulang agar tidak masuk ke perairan, ujar Novrizal.
Agen Judi Online Uang Asli - Sementara itu, dari pihak Greenpeace Indonesia melihat upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjadikan sampah plastik sebagai ancaman jangka panjang sudah berada pada koridor yang benar. Namun yang diperlukan saat ini yaitu aksi di lapangan. Saya pikir pemerintah sudah melihat bahwa permasalahan ini memang menjadi ancaman yang serius, yaitu dengan menetapkan target pengurangan sampah di lalut hingga 70 persen sampai tahun 2025 akan datang. Namun itu upaya penyelesaiannya masih perlu ditingkatkan, tegas Atha Rasyadi.
0 Komentar